Visa Iklim Australia Jadi Harapan Baru bagi Warga Tuvalu

Kelautan 07 Jul 2025 198 kali dibaca
Gambar Artikel

LingkariNewsPerubahan iklim memunculkan berbagai tantangan serius bagi dunia. Salah satu dampak paling nyata adalah peningkatan permukaan air laut. Kenaikan ini disebabkan oleh mencairnya es dan gletser di berbagai belahan bumi. Laporan terbaru PBB mencatat bahwa antara tahun 2006 hingga 2018, pencairan es menyumbang sekitar 45 persen dari kenaikan muka laut global. 

Sementara itu, Laporan Penilaian Kelima IPCC memperkirakan kenaikan permukaan laut global bisa mencapai 0,44 hingga 0,74 meter pada akhir abad ke-21. Negara kecil seperti Tuvalu menjadi salah satu yang paling terancam. Untuk menjawab kondisi ini, Australia memperkenalkan visa iklim Australia.

Negara Kecil yang Terancam Tenggelam

Tuvalu merupakan negara kepulauan kecil yang terletak di selatan Samudra Pasifik. Negara ini memiliki luas wilayah hanya 26 kilometer persegi, dan terdiri atas sembilan gugusan pulau kecil yang membentang antara Australia hingga Hawaii. Dengan populasi sekitar 11.000 jiwa, Tuvalu menjadi salah satu negara berdaulat dengan wilayah dan jumlah penduduk paling sedikit di dunia.

Secara keseluruhan, rata-rata ketinggian daratan Tuvalu tidak sampai tiga meter di atas permukaan laut. Ini membuat seluruh wilayah Tuvalu terancam tenggelam dalam beberapa dekade mendatang. Laporan dari NASA’s Sea Level Change Team mencatat bahwa permukaan laut di sekitar Tuvalu telah naik sekitar 15 sentimeter dalam 30 tahun terakhir. Peningkatan itu 1,5 kali lebih cepat dibanding rata-rata global.

Proyeksi NASA menunjukkan bahwa pada tahun 2050, sebagian besar wilayah Tuvalu akan berada di bawah permukaan rata-rata pasang naik. Funafuti, pulau utama di negara kecil ini yang menjadi tempat tinggal 60% warga Tuvalu, 50-90 persen wilayahnya bahkan diperkirakan akan tenggelam karena pasang harian. Krisis ini tidak hanya mengancam ruang hidup, tetapi juga memperburuk tekanan sosial ekonomi.

Australia Buka Visa Iklim bagi Warga Tuvalu

Pada Juni 2025, Australia resmi membuka aplikasi visa iklim Australia bagi warga negara Tuvalu. Melalui visa ini, warga Tuvalu dapat tinggal, bekerja, dan belajar di Australia, sekaligus memperoleh akses ke layanan kesehatan dan pendidikan setara dengan warga negara Australia. Skema visa iklim ini merupakan bagian dari perjanjian Falepili Union yang ditandatangani oleh kedua negara pada November 2023. 

Untuk tahun 2025/2026, pemerintah Australia menetapkan 280 kuota visa yang dibuka hingga 18 Juli melalui sistem undian. Pembatasan jumlah ini dimaksudkan untuk memastikan proses migrasi yang tertib dan bermartabat, sekaligus menjaga kesinambungan hubungan bilateral kedua negara.

Hingga 27 Juni 2025, tercatat sebanyak 1.124 warga Tuvalu telah mendaftarkan diri untuk mengikuti skema visa iklim Australia. Jika dihitung bersama anggota keluarga mereka, jumlah total pemohon mencapai 4.052 orang. Angka ini setara dengan sekitar 42% dari total populasi negara kecil di Pasifik tersebut. 

Lonjakan pendaftaran ini mencerminkan kekhawatiran nyata atas ancaman kenaikan permukaan laut yang terus membayangi Tuvalu. Duta Besar Tuvalu untuk PBB, Tapugao Falefou, mengaku terkejut dengan tingginya antusiasme masyarakat terhadap kesempatan migrasi ini. Ia menyebut besarnya minat warga sebagai sinyal mendesak bagi dunia untuk lebih serius menanggapi krisis iklim. 

Apabila tren ini terus berlanjut sesuai kuota tahunan dan minat warga terhadap program visa iklim Australia tetap tinggi, Tuvalu berisiko kehilangan seluruh populasinya dalam waktu 35 tahun ke depan.

Upaya Tuvalu Menyelamatkan Daratan di Tengah Ancaman Iklim

Sementara program visa iklim Australia menawarkan harapan baru bagi warga Tuvalu, negara kepulauan ini terus berupaya mempertahankan eksistensi wilayahnya. Sejumlah proyek reklamasi dan pembangunan infrastruktur pesisir dilaksanakan untuk memperkuat ketahanan terhadap banjir rob dan gelombang tinggi. Setidaknya 7 hektare lahan buatan telah berhasil dibangun, dengan target jangka panjang agar wilayah tersebut tetap berada di atas permukaan laut hingga 2100. 

Pemerintah Tuvalu menegaskan bahwa skema migrasi dalam kerangka Falepili Union bukanlah jalan keluar permanen. Melalui visa iklim Australia, warga diharapkan dapat menimba ilmu, mengembangkan keterampilan, lalu kembali membangun tanah air. Namun demikian, mantan pejabat Kementerian Luar Negeri Tuvalu, Jess Marinaccio, memperingatkan potensi migrasi besar-besaran. “Meski hanya tersedia 280 visa per tahun, tingginya minat menunjukkan bahwa warga akan terus mengajukan visa. Hal ini bisa mempersulit upaya penyelamatan Tuvalu,” ujarnya.

Kunjungi lingkarinews.id untuk mendapatkan berita terbaru seputar isu lingkungan, pertanian, dan kelautan yang berkelanjutan.

(KP/NY)

Sumber:

https://indonesia.un.org/sites/default/files/2024-08/slr_technical_brief_26_aug_2024.pdf

https://www.ipcc.ch/assessment-report/ar5/

https://sealevel.nasa.gov/news/265/nasa-un-partnership-gauges-sea-level-threat-to-tuvalu/