AS Temukan Paparan Radioaktif pada Udang Beku Indonesia, Pemerintah Terus Lakukan Penyelidikan

Kelautan 02 Sep 2025 271 kali dibaca
Gambar Artikel

LingkariNewsBadan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) melaporkan temuan jejak radioaktif pada sampel udang beku asal Indonesia. Produk yang terindikasi tercemar disebut berasal dari PT Bahari Makmur Sejati (BMS). 

Hasil uji laboratorium FDA mendeteksi kontaminasi isotop caesium-137 pada produk BMS dengan kadar 68,48 Bq/kg ± 8,25 Bq/kg. Meski nilai ini tercatat jauh di bawah ambang batas bahaya yang ditetapkan FDA, yakni 1.200 Bq/kg, Amerika menghentikan ekspor udang beku dari Indonesia. Otoritas setempat juga  menarik seluruh produk serupa dari pasar di 13 negara bagian. 

Sumber Radiasi Bukan dari Pabrik

Menyusul temuan diatas, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kini tengah melakukan penyelidikan mendalam untuk memastikan sumber dan skala kontaminasi.

Hasil pengukuran laju paparan radiasi di fasilitas PT BMS dan dua tambak udang di Lampung dan Pandeglang yang menjadi pemasok udang beku BMS tidak menemukan indikasi keberadaan isotop caesium-137. 

“Dua-duanya kita cek bersama Bapeten radioaktif itu, nggak ada. Lalu di dalam pabrik BMS itu, di cerobong didapetinnya, dan itu berarti dari udara luar. Artinya bahan bakunya nggak ada masalah,” ujar Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono.

Paparan caesium-137 justru ditemukan di lapak rongsokan besi bekas yang berjarak sekitar 100 meter dari pabrik BMS. Menindaklanjuti temuan itu, Bapeten langsung menyegel area dan memasang garis kepolisian. Pemantauan juga diperluas hingga radius dua kilometer untuk memastikan tidak ada sebaran radiasi yang membahayakan lingkungan sekitar.

Meski titik radiasi telah diidentifikasi, bagaimana produk udang beku BMS bisa terkontaminasi caesium-137 masih menjadi pertanyaan. Hingga kini, pemerintah belum dapat memastikan sumber awal radiasi tersebut. “Saat ini kami terus berupaya untuk penyelidikan lebih lanjut, untuk mengetahui sumber awal terjadinya kontaminasi Cs-137,” kata Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Bapeten, Ishak.

Harga Udang di Banten dan Lampung Anjlok

Temuan paparan radioaktif pada produk udang beku BMS berimbas langsung pada petambak udang di Banten dan Lampung. BMS yang merupakan eksportir sekaligus pembeli udang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara menghentikan seluruh aktivitas pembelian. Akibatnya, petambak lokal kesulitan menjual hasil panennya. Padahal selama ini mereka sangat bergantung pada BMS sebagai mitra utama penyalur ekspor.

Berita tersebut juga membuat harga udang di tingkat petambak anjlok. Tercatat, harga udang turun hingga Rp10 ribu per kilogram. Anjloknya harga udang membuat petani tambak menanggung kerugian yang cukup besar.

Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI), Andi Tamsil, mengingatkan agar pihak-pihak yang masih bisa membeli tidak memanfaatkan kondisi ini. “Jangan menekan harga, mentang-mentang PT BMS tidak membeli, kemudian ada yang membeli, yang membeli itu jangan menekan harga,” tegasnya.

Kontaminasi Caesium-137 pada Produk Makanan Termasuk Kasus Langka

Peneliti senior BRIN, Djarot Sulistio, menegaskan bahwa kasus makanan terpapar caesium-137 sangat jarang ditemukan. Caesium-137 adalah zat radioaktif buatan yang tidak terdapat secara alami di alam. Unsur ini terbentuk dari proses fisi nuklir, baik melalui reaktor maupun uji coba senjata nuklir. Karena sifatnya yang tidak wajar di lingkungan, keberadaan caesium-137 pada bahan pangan seperti udang beku menimbulkan tanda tanya besar tentang jalur kontaminasi yang terjadi.

Meski jarang terjadi, paparan caesium-137 dalam dosis tinggi dapat menyebabkan luka bakar radiasi serta gejala akut seperti mual, muntah, dan diare. Dalam jangka panjang, akumulasi isotop ini meningkatkan risiko kanker. Lebih jauh, caesium-137 yang mudah larut dalam air sehingga berpotensi mencemari ekosistem perairan dan terserap ke tanaman. Zat ini juga dapat menempel kuat pada partikel tanah yang berisiko mencemari lahan pertanian dan masuk ke rantai makanan.

(KP/NY)