Proyeksi Industri Gula Dunia: Harga, Risiko, dan Tantangan Eksternal

Gula 05 Mei 2025 314 kali dibaca
Gambar Artikel Pengolahan tebu

LingkariNews.id - Industri gula diperkirakan akan tetap menjadi komoditas utama dalam perdagangan global hingga 2032. Sebagai produk vital dalam sektor pertanian, gula berperan penting dalam perekonomian dunia, dengan sejumlah negara produsen besar menjaga kelancaran pasokan global.

Artikel ini akan mengulas proyeksi masa depan industri gula serta tantangan yang dihadapinya seiring perubahan global yang terus berkembang.

Asia dan Afrika Jadi Pusat Impor Gula Dunia

Impor gula diproyeksikan menyumbang 37% konsumsi global, dengan Asia dan Afrika sebagai kawasan pengimpor terbesar. Di Afrika, upaya meningkatkan produksi lokal akan sedikit mengurangi ketergantungan. Meski begitu, impor gula disana tetap mencakup 72% dari total konsumsi. Sedangkan di Asia, ketergantungan akan gula diprediksi tetap stabil di angka 42%. Hal ini didorong oleh permintaan industri gula yang tinggi.

Negara-negara di kawasan Asia Selatan dan Tenggara di[rediksi akan menjadi pusat impor terbesar, dengan Indonesia menjadi negara pengimpor gula terbesar. Sedangkan di Jepang, penurunan populasi diproyeksikan turut mengurangi kebutuhan gula. Di sisi lain, impor gula di Amerika Serikat dan Rusia diperkirakan menurun berkat membaiknya pasokan domestik.

Produsen Gula Terbesar di Dunia

Industri gula dunia diperkirakan tetap terpusat pada empat negara utama: Brasil, Thailand, India, dan Australia. Brasil diprediksi tetap mempertahankan dominasinya dengan menguasai 46% pangsa pasar pada 2032. Hal ini didukung oleh insentif ekspor dan peningkatan produksi tebu untuk gula dibandingkan etanol. 

Thailand juga diproyeksi dapat meningkatkan ekspor hingga 11,8 juta ton. Sementara itu, ekspor industri gula India diperkirakan stagnan karena pemerintah lebih fokus mendorong produksi etanol. Terakhir, Australia tetap mempertahankan orientasi ekspor dengan sekitar tiga perempat produksi gulanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar global.

Harga Gula Global Diperkirakan Turun Secara Real

Menurut laporan OECD-FAO Agricultural Outlook 2023-2032, harga gula internasional diproyeksikan turun selama periode 2023-2032. Meskipun pada awal periode terdapat indikasi surplus global dan kebijakan domestik Brasil yang lebih menguntungkan industri gula dibandingkan etanol, harga gula diperkirakan tetap mengalami sedikit penurunan akibat tingginya biaya input.

Seiring berjalannya waktu, meningkatnya ketersediaan ekspor dan produktivitas yang lebih tinggi akan semakin menekan harga gula. Meski begitu, harga minyak mentah dunia yang stabil diperkirakan akan meredam penurunan tersebut karena mendukung penggunaan tebu untuk produksi etanol.

Secara keseluruhan, harga riil gula diperkirakan akan berada di bawah rata-rata dua dekade terakhir. Namun, harga nominal diprediksi akan naik secara moderat seiring dengan pulihnya permintaan pascapandemi.

Risiko dan Ketidakpastian

Meskipun proyeksi perdagangan gula global masih cukup menjanjikan, risiko dan ketidakpastian membayangi industri gula dunia dalam dekade mendatang. Cuaca ekstrem akibat perubahan iklim menjadi ancaman nyata terhadap produksi dan harga gula dunia mengingat tingginya konsentrasi pasar ekspor.

Fluktuasi harga minyak mentah dan gula juga turut mempengaruhi keputusan produksi, terutama di negara-negara produsen besar seperti Brasil dan India. Di Brasil, harga bahan bakar yang ditetapkan oleh Petrobras dapat mempengaruhi harga bensin nasional. Hal ini berdampak pada alokasi tebu untuk produksi gula. Sedangkan di India, program Ethanol Blended Petrol (EBP) yang menargetkan pencampuran 20% etanol pada 2025/26 berpotensi memperketat pasokan tebu untuk gula.

Selain itu, faktor lain seperti pajak gula, pergeseran preferensi konsumen terhadap produk rendah gula, serta dominasi beberapa eksportir memperbesar ketidakpastian. Semua faktor ini memperumit dinamika pasar gula global, yang harus menghadapi tuntutan konsumen dan tantangan iklim.

 

(SAP/AI)