Pemerintah Buka Impor Etanol Bebas Tarif, Petani Lokal Terancam

Ekonomi Pertanian 06 Sep 2025 429 kali dibaca
Gambar Artikel

LingkariNews—Impor etanol bebas tarif resmi dibuka sejak 29 Agustus 2025. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Melalui regulasi ini, mekanisme impor etanol tidak lagi dibatasi kuota maupun persetujuan teknis dari badan terkait.

Kebijakan tersebut langsung memicu reaksi beragam dari berbagai kalangan. Pasalnya, tingkat penyerapan etanol di Indonesia sendiri masih sangat terbatas. Mirisnya, kebijakan ini lahir di tengah kondisi produksi etanol dan tetes tebu dalam negeri justru sedang surplus. 

“Produksi etanol dan tetes tebu dalam negeri surplus dan sebagian diekspor, pemerintah justru membebaskan impor etanol. Siapapun bisa impor tanpa syarat, tanpa kuota, tanpa persetujuan impor, tanpa rekomendasi Menperin,” ujar sekretaris jenderal Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI), M. Nur Khabsyin.

Stok Tetes Tebu Menumpuk

Rendahnya tingkat penyerapan etanol dalam negeri membuat tangki penyimpanan tetes tebu di sejumlah pabrik gula kelebihan stok. Khabsyin mengungkap, saat ini saja stok gula yang belum terjual secara nasional telah menembus 100 ribu ton. Angka itu diperkirakan terus bertambah jika pemerintah tak melakukan penyesuaian kebijakan. Padahal, tetes tebu/mosales tidak bisa sembarangan dipindahkan atau dibuang.

Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen, mengingatkan bahwa penumpukan stok mosales berpotensi menimbulkan bahaya kimiawi. Jika disimpan terlalu lama, tetes tebu bisa mengalami reaksi maillard yang memicu panas dan berisiko meledak.

Harga Etanol Domestik Terpuruk

Rendahnya tingkat penyerapan tetes tebu juga membuat harga mosaless di pasar domestik terpuruk. Biasanya, tetes tebu yang merupakan bahan baku utama produksi etanol dihargai Rp2.500–Rp3.000 per kilogram. Sejak dibukanya keran impor etanol, harga mosales dalam negeri anjlok menjadi Rp1.000 per kilogram.

Anjolknya harga tetes tebu dalam negeri sangat terasa bagi petani. Dari setiap kuintal tebu, petani biasanya memperoleh Rp7.500–9.000. Namun kini, pendapatan petani merosot jadi Rp4.500–Rp6.000. Kondisi ini menjadi pukulan bagi mereka, terlebih biaya produksi terus meningkat.

Idealnya, pemerintah membuat kebijakan yang dapat mendukung industri petani, bukan sebaliknya. Di India misalnya, pemerintah memberikan izin kepada pabrik gula dan penyulingan untuk memproduksi etanol langsung dari sari tebu tanpa batasan. Tujuannya untuk mendorong pencampuran etanol dalam bahan bakar serta menjaga ketersediaan gula domestik. 

Dengan begitu, industri hilir tetap bergerak, stok gula terkendali, dan petani mendapatkan kepastian harga yang lebih stabil. Sayangnya di Indonesia, kebijakan biofuel masih belum terlaksana hingga kini. Pemerintah justru membuka keran impor etanol yang menekan petani.

Harga Etanol Lokal Merosot, Global Melambung

Di tengah anjloknya harga tetes tebu dalam negeri, pasar global justru menunjukkan tren berlawanan. Per 29 Agustus 2025, harga etanol global naik menjadi US$1,95 per galon, atau meningkat 2,23 persen dibandingkan hari sebelumnya. Angka ini merupakan level tertinggi sejak Juli 2024, dimana harga etanol global sudah naik 13 persen sejak awal tahun.

Analis bahkan memperkirakan harga mosales global akan terus naik secara moderat sepanjang 2025-2026. Nilai industri mosales dunia diproyeksikan dapat menembus US$18,1 miliar pada 2032, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 4,3 persen. Proyeksi ini muncul karena meningkatnya kebutuhan bioenergi dan fermentasi yang semakin kuat. 

Pemerintah Diminta Segera Hentikan Kebijakan Impor Etanol 

DPN APTRI mendesak pemerintah untuk segera menghentikan impor etanol yang dibuka secara bebas. Menurut Khabsyin, etanol adalah komoditas yang seharusnya diawasi, bukan dilepas begitu saja ke pasar. Khabsyin menilai, merosotnya harga gula dan tetes berpotensi memukul semangat petani dan mengancam target swasembada gula. Jika aspirasi penghentian impor etanol tidak segera ditindaklanjuti, ribuan petani dipastikan akan turun ke jalan. 

“Kondisi ini sudah membuat petani tidak betah. Jika aspirasi kami diabaikan, kami akan menggelar aksi unjuk rasa dengan kekuatan 5.000 petani tebu dari seluruh Indonesia,” tegasnya.

(KP/NY)