LingkariNews - Laporan OECD-FAO Agricultural Outlook 2023–2032 mencatat bahwa konsumsi gula dunia diperkirakan akan terus meningkat sebesar 1,1% per tahun. Pada 2032, total permintaan global diproyeksikan mencapai 193 juta ton. Setelah sempat menurun di akhir 2010-an dan selama pandemi COVID-19, tingkat konsumsi per kapita kini diprediksi kembali naik menjadi 22,5 kilogram per orang.
Pertumbuhan konsumsi gula dunia diperkirakan akan didominasi oleh Asia dan Afrika. Kedua kawasan ini masing-masing menyumbang 67% dan 32% terhadap tambahan permintaan dunia. Tren tersebut didorong oleh urbanisasi, pertumbuhan kelas menengah, serta populasi muda yang besar.
India, Indonesia, dan China menjadi motor utama peningkatan konsumsi, terutama karena lonjakan permintaan produk makanan dan minuman olahan. Konsumsi gula per kapita di Asia diproyeksikan tumbuh 0,8% per tahun, lebih tinggi dibanding dekade sebelumnya.
Sementara itu di negara-negara Sub-Sahara, penggunaan gula mengalami peningkatan. Sebaliknya, Afrika Selatan menunjukkan tren penurunan konsumsi akibat regulasi kesehatan yang lebih ketat.
Di sisi lain, tren penurunan konsumsi terus berlanjut di negara-negara dengan tingkat konsumsi gula tinggi seperti di Amerika dan Eropa. Tren tersebut disebabkan oleh meningkatnya kesadaran risiko kesehatan. Berbagai negara seperti Chile, Meksiko, dan Argentina juga telah menerapkan pajak minuman manis serta regulasi label makanan untuk membatasi penggunaan gula.
Selama periode 2023–2032, meningkatnya konsumsi gula dunia diperkirakan mendorong pertumbuhan produksi gula secara perlahan. Asia diperkirakan tetap menjadi wilayah penghasil gula terbesar, diikuti oleh Amerika Latin dan Afrika yang menunjukkan peningkatan karena investasi dan dukungan pemerintah.
Tebu akan tetap menjadi sumber utama gula global. Tebu menyumbang sekitar 87% produksi gula dunia, dengan pertumbuhan produksi diperkirakan mencapai 1.905 juta ton pada 2032. Brasil, India, dan Thailand menjadi produsen gula utama peningkatan hasil panen dan ekspansi lahan di Brasil. Sementara itu, bit gula menghadapi tekanan akibat biaya input yang tinggi. Produksi bit diproyeksikan tumbuh lebih lambat.
Meski produksi gula naik, proporsi tebu dan bit yang digunakan untuk produksi gula global diperkirakan turun dari 81% menjadi 76%. Hal ini disebabkan karena meningkatnya penggunaan tebu untuk produksi etanol.
Seiring dengan tren konsumsi gula yang terus naik, khususnya di Indonesia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan pentingnya pembatasan asupan gula untuk menjaga kesehatan masyarakat. WHO merekomendasikan agar asupan gula bebas dibatasi kurang dari 10 persen dari total asupan energi harian, guna mengurangi risiko obesitas, diabetes tipe 2, dan gangguan kesehatan lainnya.
Menanggapi hal ini, pemerintah perlu meningkatkan edukasi gizi kepada masyarakat. Selain itu, diperlukan juga perluasan akses terhadap pilihan pangan sehat. Pemerintah juga harus mendorong regulasi yang mengatur promosi produk tinggi gula, terutama untuk anak-anak.
Di tingkat individu, kesadaran untuk membaca label nutrisi dan mengurangi konsumsi gula menjadi langkah nyata menuju pola hidup yang lebih sehat.
(SAP/AI)
Sumber:
https://www.oecd.org/en/publications/oecd-fao-agricultural-outlook-2023-2032_08801ab7-en/full-report/sugar_f99ea815.html