Inovasi Teknologi IPHA: Dorong Pertanian Topang Ketahanan Pangan

Inovasi Pertanian 12 Jun 2025 209 kali dibaca
Gambar Artikel Inovasi teknologi IPHA dapat memperkuat sektor pertanian untuk menyokong ketahanan pangan di tengah krisis iklim. Sumber: Canva

LingkariNews Sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan, inovasi pertanian dapat menjadi jawaban strategis untuk menunjang produktivitas serta efisiensi pertanian. Sebab, krisis iklim – fenomena peningkatan suhu, perubahan pola curah hujan, dan frekuensi bencana alam – menjadi tantangan yang saat ini dihadapi sektor pertanian. Oleh karenanya, inovasi yang dilakukan perlu menyeimbangkan aspek produksi, stabilitas, aksesibilitas, serta keberlanjutan. 

Tantangan Ketahanan Pangan di Tengah Krisis Iklim

Negara agraris seperti Indonesia sangat bergantung pada kestabilan iklim untuk mendukung produktivitas pertanian. Sayangnya, dalam dua dekade terakhir, krisis iklim seperti fluktuasi cuaca ekstrem dan pola musim yang tidak menentu semakin menyulitkan sektor pertanian. Inilah empat tantangan yang dihadapi sektor pertanian di tengah krisis iklim: 

  1. Perubahan Pola Musim Tanam 

Perubahan iklim telah memicu ketidakteraturan pola curah hujan dan peningkatan suhu yang berdampak langsung terhadap pergeseran musim tanam dan penurunan hasil produksi di berbagai wilayah. 

  1. Kekeringan dan Banjir

Fenomena El Nino dan La Nina yang kini lebih sering terjadi dengan intensitas tinggi, menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian dan sistem irigasi akibat kekeringan berkepanjangan maupun banjir bandang.

  1. Peningkatan Serangan Hama dan Penyakit 

Krisis iklim juga memicu lonjakan kasus serangan hama dan penyakit tanaman, yang semakin sulit dikendalikan akibat perubahan suhu dan kelembapan lingkungan. 

  1. Penurunan Kualitas dan Produktivitas Tanah 

Perubahan iklim turut menurunkan ketersediaan air irigasi dan mempercepat degradasi tanah, yang secara langsung mengurangi produktivitas tanah.

Dalam menghadapi empat tantangan ketahanan pangan di tengah krisis iklim, diperlukan kerja kolektif berbasis adaptif dan responsif, serta sistem yang berbasis evaluasi dan bukti. Inovasi menjadi kunci sektor pertanian untuk menyokong pasokan pangan yang stabil, mudah diakses, dan berkelanjutan.

Teknologi IPHA: Inovasi, Efisiensi Irigasi

Metode pengairan berselang atau intermittent irrigation, merupakan salah satu contoh inovasi pertanian solutif dalam menjawab tantangan krisis pasokan air. Sebab, air merupakan unsur vital dalam pertanian – kekurangan air dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh optimal, dan akan berimbas pada produksi pangan. 

Dilansir melalui laman resmi Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, teknologi ini disebut dengan Irigasi Padi Hemat Air (IPHA). IPHA adalah teknologi irigasi dengan pendekatan efektivitas kerja air dan tanah secara terukur – mendorong peningkatan kualitas serta kuantitas hasil panen. 

Cara kerja IPHA, pengairan berselang hemat air, memungkinkan lahan sawah menjalani siklus basah – kering terkontrol. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya produktivitas padi hingga 169% dan hemat penggunaan air hingga 30% dibandingkan dengan metode tradisonal.

Menurut Menteri PU, Doddy Anggodo, teknologi IPHA merupakan langkah strategis dalam menghadapi tantangan sektor pertanian hari ini. “Dengan IPHA, kita tidak hanya menekan konsumsi air, tetapi juga mampu meningkatkan hasil dan mutu panen. Keberhasilannya akan menjadi acuan untuk memperluas penerapan di wilayah irigasi lainnya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (21/4).

Sebagai bagian dari dukungan terhadap implementasi IPHA, Kementerian PU mengembangkan sistem informasi pengelolaan air berbasis digital. Sistem ini memungkinkan pengaturan jadwal pengairan secara tepat, pemantauan debit air, serta pemberian peringatan dini terhadap potensi kekeringan dengan cepat dan akurat. Teknologi ini diyakini akan meningkatkan ketepatan dan efisiensi dalam pengelolaan air, sehingga manfaat IPHA dapat dioptimalkan secara maksimal. 

Daerah Irigasi Rentang di Jawa Barat dipilih sebagai lokasi percontohan karena merupakan salah satu sentra produksi padi nasional. Melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk – Cisanggarung, berbagai upaya optimalisasi infrastruktur dan pengelolaan irigasi air – termasuk pengaturan distribusi air sesuai kebutuhan tanam – telah dilakukan. 

Beberapa di antaranya adalah rehabilitasi saluran irigasi, perbaikan pintu air, serta peningkatan fungsi Bendung Rentang. Upaya-upaya ini terbukti mendukung sistem irigasi hemat air yang menjadi dasar teknologi IPHA.

Hasil panen dari 15 lahan percontohan menunjukkan produktivitas bervariasi antara 6,48 hingga 16,88/ha dengan rata-rata 10,35 ton/ha gabah kering panen, jauh di atas metode irigasi tradisional. Teknologi sistem pengairan ini dinilai potensial mendukung ketahanan pangan Indonesia dan berkelanjutan di tengah krisis air. Tidak hanya itu, kestabilan produktivitas di atas 6 ton/ha dapat menjamin kestabilan pangan. 

Contoh inovasi teknologi pertanian seperti IPHA, menjadi kunci penting dalam mendukung pertanian berkelanjutan. Di tengah tantangan perubahan iklim dan pertumbuhan populasi, efisiensi penggunaan air menjadi krusial. Pengelolaan air secara tepat guna dapat mendukung kelestarian sumber daya alam dan menjamin ketahanan pangan jangka panjang. Disertai dengan implementasi tepat dan dukungan teknologi ditigal, IPHA diharapkan menjadi solusi jangka panjang dalam pengelolaan irigasi nasional.

(NY)

Sumber: 

https://upland.psp.pertanian.go.id/public/artikel/1687919315/pengaruh-perubahan-iklim-terhadap-sektor-pertanian

https://sda.pu.go.id/post/detail/inovasi_ipha_untuk_swasembada_pangan?utm_source