Ilustrasi pellet dari ampas tebu
LingkariNews—Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM memastikan bahwa kegiatan usaha pengolahan limbah bagasse (ampas tebu) menjadi pellet dapat menggunakan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 16295. Keputusan tersebut disampaikan secara resmi melalui surat Nomor 202/B.2/A.9/2025 tanggal 6 Oktober 2025.
Surat ini merupakan tanggapan atas permohonan Gabungan Produsen Gula Indonesia (GAPGINDO) terkait KBLI yang sesuai untuk pengolahan limbah tebu menjadi pellet, yang disampaikan pada tanggal 19 Agustus 2025 lalu. Dengan keputusan ini, para pelaku industri pengolahan bagasse memiliki kepastian hukum dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Dasar Pertimbangan Penetapan KBLI 16295
Keputusan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM yang memasukan kegiatan usaha pengolahan limbah bagasse menjadi pellet kedalam KBLI 16295 didasarkan pada penjelasan GAPGINDO tentang proses produksinya. Berdasarkan penjelasan GAPGINDO, proses produksi pellet dari ampas tebu sepenuhnya tidak melibatkan bahan kimia. Produk pellet yang dihasilkan juga bisa langsung digunakan sebagai bahan bakar alternatif, bukan bahan baku untuk industri lain.
Oleh karna itu, berdasarkan panduan International Standard for Industrial Classification (ISIC) Rev.5, KBLI 16295 yang mencakup industri kayu bakar dan pellet kayu dinilai paling sesuai. Sementara itu, kegiatan industri ini masuk kategori C karena termasuk sektor pengolahan.
Perizinan Usaha Pengolahan Ampas Tebu
Lebih lanjut, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menegaskan bahwa proses perizinan untuk usaha yang masuk dalam KBLI 16295 tidak sama untuk semua pelaku usaha. Persyaratan izin ini dibedakan berdasarkan skala usaha dan tingkat risiko kegiatannya. Berdasarkan PP 28/2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pelaku usaha skala kecil dan menengah yang mengolah ampas tebu termasuk kategori risiko rendah. Artinya, kegiatan mereka dianggap relatif aman dan tidak menimbulkan dampak besar bagi lingkungan atau masyarakat. Karena risikonya rendah, izin yang dibutuhkan pun sederhana, yaitu hanya Nomor Induk Berusaha (NIB).
Penerbitan NIB ini dilakukan secara berjenjang sesuai lokasi usaha. Jika industri hanya berada di satu kabupaten atau kota, izin dikeluarkan langsung oleh Bupati atau Walikota setempat. Namun, jika lokasi usaha berada di lebih dari satu kabupaten, kewenangan berpindah ke Gubernur. Sementara untuk industri pengolahan ampas tebu yang operasinya melintasi lebih dari satu provinsi, penerbitan NIB berada di tangan Menteri atau Kepala Badan.
Kemudian, pelaku usaha skala besar dikategorikan memiliki tingkat resiko menengah-rendah. Selain NIB, mereka juga diwajibkan memiliki Sertifikat Standar, yaitu pernyataan resmi mandiri bahwa standar usaha mereka sudah terpenuhi. Kewenangan perizinannya juga berbeda. Jika seluruh kegiatan berada dalam satu provinsi, maka kewenangan perizinan biasanya dipegang Gubernur. Namun jika kegiatan usahanya lintas provinsi, kewenangannya bergeser ke Menteri/Kepala Badan jika.
Kontribusi Ampas Tebu pada Diversifikasi Energi
Penetapan KBLI 16295 untuk industri pengolahan ampas tebu menjadi pelet memberikan arah jelas bagi pengembangan industri ini di Indonesia. Limbah baggase yang sebelumnya dibuang kini bisa diubah menjadi pellet bernilai ekonomi. Produk pellet yang dihasilkan juga dapat mendukung keberlanjutan energi karena bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Langkah ini diharapkan mendorong diversifikasi energi dan mengurangi ketergantungan pada sumber fosil.
Kedepannya, industri pengolahan limbah baggase diharapkan dapat menjadi lebih terarah dan efisien. Pelaku usaha juga dihimbau untuk menerapkan standar operasional dan praktik berkelanjutan. Langkah ini diperlukan guna memastikan manfaat ekonomi dan lingkungan dari pemanfaatan ampas tebu tercapai secara maksimal.
(KP/NY)