demo petani gula
LingkariNews—Harga gula lokal yang merosot tajam membuat industri gula nasional tertekan. Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI), M. Nur Khabsyin, mengungkapkan penawaran harga dari pedagang saat lelang berada di bawah Harga Patokan Petani (HPP), yaitu sebesar Rp14.500 per kilogram. Hal ini membuat gula lokal tidak laku di lapangan. Tercatat, stok gula yang tidak laku di sejumlah pabrik gula telah mencapai 100 ribu ton secara nasional. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah.
Lebih lanjut, Khabsyin mengatakan bahwa salah satu penyebab anjloknya harga gula nasional adalah masuknya gula rafinasi ke pasar secara masif. Hal ini diperparah dengan rendahnya daya beli masyarakat. “Pasar gula kita dibanjiri gula rafinasi dan daya beli masyarakat turun sehingga gula petani tidak terserap,” ujarnya.
Harga Tetes Tebu yang Terjun Bebas Ikut Tekan Petani
Selain terpukul oleh jatuhnya harga gula, petani juga dihadapkan dengan anjloknya harga tetes tebu. Tahun ini, harga tetes hanya berada di kisaran Rp1.500 per kilogram. Padahal, tahun lalu masih mencapai Rp3.000 per kilogram. Ironisnya meski sudah turun, pembeli masih menawar harga yang jauh lebih rendah dari kesepakatan.
Menurut M. Nur Khabsyin, kondisi ini dipicu oleh Permendag No. 16 Tahun 2025 yang membuka keran impor etanol secara bebas, tanpa kuota, tanpa bea masuk, dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian. Kebijakan ini membuat harga tetes petani lokal kian terpuruk.
Pemerintah Diminta Segera Bertindak
DPN APTRI mendesak pemerintah segera membeli gula petani yang tidak laku di pasaran sesuai HPP. Hingga kini, janji pemerintah untuk mencairkan dana Rp1,5 triliun untuk penyerapan gula rakyat melalui Sinergi Gula Nusantara (SGN) dan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) belum terealisasi. Padahal, langkah itu dinilai penting untuk menahan kejatuhan harga gula.
APTRI juga menuntut penghentian impor etanol secara bebas. Menurut Nur Khabsyin, etanol adalah barang yang seharusnya diawasi ketat, bukan justru dibebaskan.
Komitmen Swasembada Gula 2027 Dipertanyakan
Seperti telah diketahui bersama, Presiden Prabowo Subianto mempercepat target swasembada gula nasional dari 2028 ke 2027. Untuk mewujudkannya, pemerintah berjanji akan melakukan pembenahan menyeluruh dari hulu ke hilir. Mulai dari perbaikan benih, pola tanam, hilirisasi, hingga aspek penjualan termasuk penetapan harga gula yang adil.
Berbagai inisiatif pemerintah telah memunculkan hasil berupa peningkatan produksi gula. Berdasarkan taksasi awal tahun 2025, produksi gula nasional diperkirakan mencapai 2,901 juta ton dari lahan seluas 538 ribu hektare. Dengan asumsi realisasi rata-rata 95 persen, produksi aktual bisa mencapai 2,75 juta ton. Ini adalah produksi tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Namun, anjloknya harga gula dan rendahnya tingkat keterserapan gula petani membuat peningkatan produksi ini kehilangan makna. Hasil panen melimpah justru menumpuk di gudang tanpa memberi manfaat ekonomi bagi petani. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin motivasi petani untuk menanam tebu turun. Situasi ini memicu pertanyaan tentang komitmen pemerintah terhadap target swasembada gula 2027. “Kalau pemerintah tidak serius, jangan mimpi swasembada gula 2027,” tegas Sekjen DPP APTRI, Sunardi Edi Sukamto.
Lebih lanjut, Khabsyin memperingatkan jika aspirasi petani tidak segera direspon ribuan petani siap turun ke jalan. “Kondisi ini sudah membuat petani tidak betah. Jika aspirasi kami diabaikan, kami akan menggelar aksi unjuk rasa dengan kekuatan 5.000 petani tebu dari seluruh Indonesia,” tegasnya.
(KP/NY)