GAPGINDO dan Pemerintah Diskusikan KBLI untuk Usaha Pengolahan Ampas Tebu Menjadi Pellet

Gula 20 Sep 2025 136 kali dibaca
Gambar Artikel Ilustrasi pellet dari ampas tebu

LingkariNewsPada tanggal 15 September 2025, Gabungan Produsen Gula Indonesia (GAPGINDO) bersama sejumlah kementerian dan lembaga menggelar rapat yang membahas kejelasan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) untuk industri pengolahan ampas tebu (baggase) menjadi pellet. Produk pellet yang dihasilkan nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk menghasilkan energi. Rapat yang dilaksanakan secara daring ini dipimpin langsung oleh PKPM Ahli Madya dari Direktorat Pelayanan Perizinan Berusaha Sektor Non Industri Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.

Forum ini merupakan tindak lanjut dari surat Ketua Umum GAPGINDO tanggal 19 Agustus 2025 lalu. Dalam surat tersebut, GAPGINDO meminta arahan kepada Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal terkait penggunaan KBLI yang tepat untuk kegiatan usaha pengolahan ampas tebu. Permintaan ini diajukan agar usaha tersebut memiliki kepastian regulasi sekaligus mendukung agenda transisi energi nasional.

Usaha Pengolahan Ampas Tebu Termasuk Golongan C

Dalam pembahasan rapat, Direktorat Pelayanan Perizinan Berusaha Sektor Non Industri menjelaskan pentingnya KBLI sebagai acuan utama bagi dunia usaha. Penyusunan KBLI yang mengacu pada International Standard for Industrial Classification (ISIC) berfungsi sebagai dasar pengelompokan jenis usaha di Indonesia, memudahkan perbandingan global, serta menjadi landasan izin berusaha berbasis risiko.

Direktorat juga menegaskan bahwa kegiatan pengolahan ampas tebu  menjadi pellet termasuk dalam Kategori C, yaitu industri pengolahan. Hal ini karena jenis usaha tersebut melibatkan pengolahan limbah agroindustri menjadi produk baru dengan nilai tambah yang lebih tinggi melalui perubahan sifat fisik maupun bentuknya.

Lebih lanjut, Direktorat menjelaskan bahwa merujuk pada standar ISIC Rev. 5, ada tiga alternatif KBLI yang bisa digunakan. Ketiga alternatif tersebut adalah Sub Golongan 1629 yang ditujukan untuk Industri produk kayu lainnya, Sub Golongan 2029 untuk industri barang kimia lainnya yang mencakup produksi biofuel, serta Sub Golongan 2011 untuk industri kimia dasar yang di dalamnya terdapat aktivitas fermentasi tebu. 

Dari ketiga alternatif tersebut, KBLI yang dianggap paling relevan adalah Sub Golongan 1629. Alasannya karena produk pellet dari ampas tebu termasuk kategori biofuel padat.

BPS: Klasifikasi yang Paling Sesuai Adalah KBLI 16295

Sementara itu, Direktur Pengembangan Metodologi Sensus dan Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa pilihan KBLI usaha pengolahan bagasse  sangat tergantung pada fungsi akhir dari pellet yang dihasilkan. Jika pellet langsung digunakan sebagai bahan bakar, maka klasifikasi yang digunakan adalah KBLI 16295 (Industri kayu bakar dan pellet kayu). Namun jika pellet hanya menjadi bahan mentah untuk diolah lebih lanjut, maka lebih relevan menggunakan KBLI 38302 (Pemulihan Material Barang Bukan Logam).

Menindaklanjuti pernyataan tersebut, perwakilan GAPGINDO menjelaskan bahwa proses produksi pellet dari ampas tebu tidak melibatkan bahan kimia. GAPGINDO juga menjelaskan bahwa pellet yang dihasilkan ini langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, bukan sebagai bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut di industri lain. Berdasarkan penjelasan ini, maka BPS beranggapan bahwa klasifikasi yang paling sesuai adalah KBLI 16295.

Setuju Gunakan KBLI 16295

Menanggapi penjelasan GAPGINDO, Direktorat Bioenergi Kementerian ESDM sepakat bahwa usaha pengolahan ampas tebu masuk ke KBLI 16295. Hal ini karena pellet dianggap sebagai bahan bakar padat. Meski demikian, istilah tersebut belum tercantum dalam uraian resmi KBLI saat ini. Untuk itu, ESDM bersama BPS mengusulkan penambahan keterangan “manufaktur bahan bakar padat” pada penyempurnaan KBLI 2025.

Perwakilan dari Direktorat Deregulasi yang hadir juga sepakat untuk menggunakan KBLI 16295. Alasannya karena produk pellet yang dihasilkan langsung digunakan sebagai bahan bakar. Namun untuk keperluan jawaban tertulis, mereka meminta GAPGINDO membuat penjelasan tertulis yang lebih detail tentang alur pengolahan bagasse menjadi pellet.

Sementara itu, Direktorat Perizinan di sektor industri juga sepakat usaha pengolahan ampas tebu masuk ke KBLI 16295. Hanya saja, mereka menegaskan bahwa sesuai aturan yang berlaku usaha di KBLI 16295 belum berhak mendapat insentif pajak seperti Tax Holiday atau Tax Allowance.

(KP/NY)