Dukung Swasembada Garam Nasional: IMI Usulkan Kawasan Salt Triangle di NTT

Ekonomi Pertanian 30 Sep 2025 75 kali dibaca
Gambar Artikel Ilustrasi petani garam | Sumber foto: Canva

LingkariNews–Nusa Tenggara Timur (NTT) dianggap memiliki potensi unggulan dalam mendukung swasembada garam nasional. Didukung oleh kualitas bahan baku yang sangat baik, iklim panas yang konsisten, serta tingkat salinitas yang ideal, garam dari wilayah NTT bahkan diakui sebagai salah satu yang terbaik secara global.

Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI), Y. Paonganan atau yang dikenal sebagai Ongen, mengusulkan agar pemerintah menetapkan wilayah Bipolo (Kupang), Sabu, dan Rote Ndao–yang masuk dalam kawasan Salt Triangle–sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk indsutri garam.

“Tiga kawasan ini memiliki kriteria sangat potensial untuk pencapaian swasembada garam nasional pada 2027,” ungkap Ongen dalam keterangannya, pada Jumat (26/9).

Potensi NTT sebagai Sentra Produksi Garam Hingga Zona Perdagangan Bebas Maritim

Ongen menilai jika ketiga kawasan Salt Triangle di NTT memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan, statusnya berpotensi ditingkatkan menjadi zona perdagangan bebas atau free trade zone yang terintegrasi dengan industri garam dan sektor maritim lainnya. Ia menekankan bahwa selain produksi garam, wilayah ini juga bisa dikembangkan untuk sektor lain seperti perikanan, wisata bahari, hingga industri galangan kapal, guna memperkuat ekonomi maritim nasional.

Lebih lanjut, Ongen menambahkan bahwa iklim di NTT sangat mendukung untuk produksi garam berkualitas tinggi. Kondisi panas ekstrem dengan paparan sinar matahari yang intens, dinilai serupa dengan wilayah produsen garam unggulan di Australia. Oleh sebab itu, kawasan tersebut sangat prospektif bagi pengembangan industri garam berstandar internasional.

“Itu artinya tiga kawasan itu memiliki potensi, sehingga pemerintah bisa segera menetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus,” jelas Ongen.

Sinergi Jadi Kunci Hadapi Tantangan Produksi Garam di NTT

Meski dinilai memiliki prospek yang menjajikan, Ongen menggarisbawahi bahwa pengembangan kawasan Salt Triangle di NTT tidak lepas dari sejumlah tantangan. Ia menyebutkan beberapa tantangan utama yang harus diatasi, yaitu seperti keterbatasan infrastruktur dasar–termasuk akses jalan, pasokan listrik, dan fasilitas pelabuhan–serta persoalan sosial seperti kepemilikan lahan dan keterlibatan aktif masyarakat lokal.

“Selain itu, peningkatan kualitas produksi dan sertifikasi mutu garam menjadi kunci agar produk NTT mampu bersaing di pasar domestik dan ekspor,” jelasnya.

Ongen menekankan bahwa keberhasilan proyek ini membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, investor, dan masyarakat. Ia berharap agar manfaat pembangunan tidak hanya berorientasi pada kepentingan korporasi besar, tetapi juga mampu menciptakan nilai tambah yang nyata bagi masyarakat pesisir di NTT.

“Dengan pengelolaan yang tepat, kawasan Salt Triangle Bipolo-Sabu-Rote berpeluang menjadi ikon baru industri garam nasional dan pintu masuk pengembangan sektor martitim lainnya. Langkah ini sekaligus mendukung target pemerintah mencapai swasembada garam pada 2027,” pungkas Doktor Ilmu Kelautan IPB tersebut, pada (24/9).

(NY)

Sumber:

https://mediaindonesia.com/nusantara/814826/kawasan-salt-triangle-bipolo-sabu-rote-perlu-dikembangkan-sebagai-lumbung-garam-nasional